Petani Sumber Sari Mandiri, Produksi Beras Hingga Pasarkan Sendiri
Kutai Kartanegara â Pemerintah Desa (Pemdes) Sumber Sari, Kecamatan Loa Kulu, terus mengoptimalkan potensi pertanian sebagai penopang ketahanan pangan desa.
Kepala Desa Sumber Sari, Sutarno, menyebut sektor pertanian menjadi salah satu kekuatan utama masyarakat, baik dalam memenuhi kebutuhan lokal maupun sebagai penopang ekonomi.
Menurutnya, Desa Sumber Sari memiliki lahan produktif seluas 318 hektare yang bisa ditanami padi hingga dua kali setahun. Dari lahan tersebut, produktivitas gabah rata-rata mencapai 4,5 hingga 5 ton per hektare setiap musim panen.
"Kalau dihitung setahun, produksi gabah bisa mencapai lebih dari seribu ton. Itu cukup untuk memenuhi kebutuhan warga sekaligus dipasarkan ke luar desa," jelasnya di Loa Kulu, Sabtu (19/07/2025).
Selain padi, masyarakat juga mengembangkan komoditas lain seperti karet, sawit, dan kopi. Namun, padi tetap menjadi prioritas utama karena langsung menyentuh ketahanan pangan.
"Kalau sawit dan karet lebih banyak untuk perkebunan, tapi padi ini yang jadi kebutuhan pokok warga," tambahnya.
Pemdes Sumber Sari juga memanfaatkan dana desa sesuai aturan Kementerian Desa, yaitu mengalokasikan 20 persen anggaran khusus untuk ketahanan pangan. Dana tersebut disalurkan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) agar bisa dikelola secara terarah.
"Kalau dana desa satu miliar, otomatis 200 juta wajib digunakan untuk program ketahanan pangan. Itu sudah ketentuan dan tidak bisa diganggu gugat," tegas Sutarno.
Program yang dijalankan meliputi penyediaan sarana pertanian, dukungan terhadap petani, hingga penguatan distribusi pangan. Dengan pola ini, pemerintah desa ingin memastikan masyarakat tetap mandiri menghadapi perubahan harga pangan di pasaran.
Kemandirian petani Sumber Sari terlihat dari banyaknya penggilingan padi milik pribadi. Saat ini, setidaknya ada tujuh unit penggilingan yang dikelola warga. Keberadaan penggilingan tersebut memungkinkan petani memproduksi beras sendiri dan langsung memasarkannya ke pasar lokal tanpa bergantung pada tengkulak.
"Selain konsumsi pribadi, hasil beras juga dipasarkan di desa-desa sekitar hingga ke Tenggarong. Jadi, alur produksi dan distribusi sudah mandiri dari petani untuk pasar," jelasnya.
Harga beras juga relatif stabil, berkisar antara Rp10 ribu hingga Rp15 ribu per kilogram. Saat panen raya, harga memang sempat turun, tetapi tidak signifikan seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Sekarang harga sudah lebih stabil. Jadi petani tidak terlalu rugi meskipun panen melimpah," tambahnya.
Meski petani sudah mandiri, pemdes ingin BUMDes ikut berperan dalam memperluas jaringan distribusi. Sutarno menilai BUMDes bisa menjadi penghubung antara petani dengan pasar dalam skala lebih besar.
"Kalau BUMDes bisa menampung hasil panen dalam jumlah ton, nanti lebih mudah untuk memenuhi pesanan dari luar. Petani tetap untung, BUMDes juga berkembang," tutur Sutarno.
Ke depan, pemdes berharap potensi pertanian ini tidak hanya menjaga ketahanan pangan, tetapi juga menjadi komoditas unggulan desa.
"Kami ingin Desa Sumber Sari tidak hanya dikenal sebagai desa wisata, tapi juga sebagai lumbung pangan lokal yang kuat," pungkasnya. (ADV/Diskominfo Kukar)
Penulis: Yk/Garispena