Berita Update

(Terbaru)
Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Subandi

Samarinda - Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Subandi, menyoroti bahwa persoalan sedimentasi Sungai Mahakam bukan hanya mengancam aktivitas pelayaran besar, tetapi juga mulai dirasakan langsung oleh masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Warga yang selama ini menggantungkan hidup pada aktivitas harian seperti nelayan, pedagang sungai, hingga transportasi perahu kecil menjadi pihak yang paling terdampak dari penyempitan alur.

Menurut Subandi, permukaan sungai yang semakin dangkal di beberapa titik menyebabkan perahu nelayan harus memutar lebih jauh untuk menghindari gundukan lumpur. Akibatnya, biaya operasional meningkat, waktu tempuh bertambah, dan hasil tangkapan berkurang karena akses menuju area tertentu semakin sulit. Kondisi ini secara langsung memengaruhi pendapatan keluarga yang bertahun-tahun mengandalkan sungai sebagai sumber nafkah.

“Yang terdampak bukan hanya kapal besar, tetapi masyarakat kecil yang setiap hari beraktivitas di sungai. Mereka paling sensitif merasakan perubahan kondisi Mahakam,” ujarnya, Selasa (9/12/25).

Ia menilai bahwa pemerintah pusat perlu melihat persoalan ini bukan semata dari sisi industri dan logistik, tetapi dari kacamata kehidupan sosial masyarakat yang selama ini hidup berdampingan dengan Mahakam. Ketika sedimentasi tidak tertangani, maka mulai muncul mata rantai persoalan: akses air bersih terganggu, perahu tidak bisa merapat, hingga risiko kecelakaan meningkat di jalur perkampungan.

Subandi juga menegaskan bahwa pengerukan harus dirancang dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat lokal. Menurutnya, mereka adalah pihak yang paling mengetahui titik-titik kritis yang selama ini menjadi keluhan. Keterlibatan warga dalam proses identifikasi masalah dan pengawasan dapat membantu memastikan pengerukan benar-benar menyasar kebutuhan yang mendesak.

“Jangan sampai keputusan diambil hanya dari rapat di kantor. Masyarakat bantaran Mahakam harus dilibatkan karena mereka yang paling tahu di mana risiko itu muncul,” tegasnya.

Ia mendorong Kementerian Perhubungan agar memasukkan dimensi sosial dalam skema penanganan sedimentasi. Dengan begitu, pengerukan bukan hanya menjaga arus barang di Kaltim, tetapi juga melindungi keberlangsungan hidup komunitas sungai yang selama ini menjadi bagian penting dari identitas Mahakam.

“Kalau Mahakam tidak kita jaga, maka bukan hanya ekonomi yang terganggu, tetapi juga tradisi, mata pencaharian, dan seluruh kehidupan masyarakat sungai,” tutup Subandi. (ADV/DPRD KALTIM)

Penulis: Diba/Garispena.co