Pasien Bunuh Diri Di RSUD AWS, Dinkes Kaltim Soroti Pengawasan Psikologis
Samarinda - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), dr. Jaya Mualimin, menegaskan bahwa penanganan pasien di rumah sakit tidak boleh hanya berfokus pada aspek fisik, melainkan juga harus memperhatikan kondisi psikologis secara serius.
Pernyataan ini disampaikan menyusul insiden meninggalnya seorang pasien pria berusia 68 tahun di RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS), Samarinda, yang ditemukan dalam kondisi gantung diri pada Minggu (6/7/2025).
Pasien diketahui tengah menjalani pengobatan intensif untuk penyakit berat yang berdampak pada kondisi mentalnya.
âPasien yang dirawat menjadi tanggung jawab penuh institusi medis, termasuk kondisi psikologisnya. Dalam kasus ini, pasien diketahui dalam kondisi mental yang rentan akibat tekanan dari penyakit berat yang tengah diderita,â ujar dr. Jaya, Rabu (9/7/2025).
Ia menambahkan bahwa salah satu terapi yang dijalani pasien merupakan pengobatan kanker yang memang dikenal memiliki efek samping signifikan. Kerontokan rambut, perubahan fisik drastis, serta rasa nyeri berkepanjangan, menurutnya, sering kali menjadi pemicu depresi.
âEfek fisik dari pengobatan semacam ini bisa berdampak langsung pada emosional pasien. Tanpa dukungan psikologis, pasien sangat mungkin mengalami tekanan mental berat,â lanjutnya.
Kematian tragis ini, kata dr. Jaya, menjadi indikator bahwa sistem pengawasan terhadap pasien-pasien berisiko tinggi belum berjalan maksimal. Ia mendorong rumah sakit agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap SOP pengawasan, terutama dalam mengidentifikasi gejala gangguan mental.
Meski indikasi awal mengarah pada tindakan bunuh diri, dr. Jaya menegaskan pihaknya tidak akan berspekulasi.
âProses visum dan investigasi forensik tetap kami tunggu. Jika ada indikasi lain, tentu akan menjadi ranah aparat penegak hukum untuk menindaklanjutinya,â tegasnya.
Mengenai pengawasan internal, pihak RSUD AWS disebut telah memiliki sistem pemantauan berupa kamera CCTV serta petugas jaga.
Namun, menurut dr. Jaya, efektivitas sistem ini dalam mencegah insiden seperti ini harus benar-benar dievaluasi.
âSecara umum, ruang rawat kami minta dilengkapi pemantauan visual dan petugas aktif. Tetapi kami masih menunggu laporan teknis dari manajemen rumah sakit mengenai detail titik kamera dan jadwal jaga saat kejadian,â ujarnya.
Tragedi ini, lanjut dr. Jaya, adalah pengingat bahwa pendekatan layanan kesehatan harus lebih holistik.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara tim medis dan tenaga psikolog dalam menghadapi pasien-pasien dengan kondisi emosional ekstrem.
âIni bukan hanya tentang obat dan terapi, tapi juga soal pendampingan mental. Jangan sampai pasien kehilangan harapan di tengah proses pengobatan. Itu yang harus dicegah,â pungkasnya. (ADV/Diskominfo Kaltim)
Penulis: Difa/Garispena.co