Budaya Gotong Royong Margahayu Dihidupkan Kembali Lewat Perdes
Kutai Kartanegara - Gotong royong, yang dulu menjadi identitas kuat masyarakat Desa Margahayu, Kecamatan Loa Kulu, kini mulai pudar. Perubahan gaya hidup dan kesibukan masing-masing warga membuat kegiatan kebersamaan ini semakin jarang dilakukan.
Kepala Desa Margahayu, Rusdi, mengakui bahwa semangat gotong royong masyarakat tidak lagi sekuat dulu.
"Sekarang kalau ada kegiatan desa, tidak semua mau ikut turun tangan. Banyak yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Budaya gotong royong sudah mulai hilang," ungkapnya di Tenggarong, Rabu (16/07/2025).
Dulu, gotong royong dilakukan secara sukarela, mulai dari membersihkan lingkungan, memperbaiki jalan desa, hingga membantu renovasi masjid. Kini, kegiatan serupa kerap hanya diikuti oleh segelintir warga. Bahkan, beberapa kali kegiatan terpaksa dilaksanakan dengan jumlah orang yang minim.
"Kalau tidak dipaksa dengan undangan resmi, banyak warga memilih tidak hadir. Padahal dulu, tanpa disuruh pun semua warga turun tangan," tambah Rusdi.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, Pemerintah Desa Margahayu mengambil langkah tegas dengan membuat peraturan desa (Perdes) yang mewajibkan seluruh warga ikut serta dalam kegiatan gotong royong. Aturan ini diharapkan bisa menjadi pemantik agar kebersamaan warga kembali hidup.
"Kalau hanya imbauan, sering diabaikan. Tapi dengan adanya aturan, masyarakat jadi lebih disiplin. Ini bukan soal paksaan, tapi bagaimana kita menjaga budaya yang hampir hilang," tegasnya.
Gotong royong di Margahayu tidak hanya sebatas membersihkan lingkungan. Kegiatan ini juga mencakup menjaga keamanan desa lewat pos kamling, membantu perbaikan fasilitas umum, hingga mendukung acara sosial. Menurut pemerintah desa, gotong royong adalah simbol solidaritas yang harus dipertahankan.
"Kalau semangat gotong royong hilang, yang rugi bukan pemerintah desa, tapi masyarakat sendiri. Dengan gotong royong, masalah bisa lebih mudah diselesaikan," imbuhnya.
Revitalisasi budaya gotong royong ini tidak hanya menjadi program desa, tetapi juga bagian dari kerja sama dengan akademisi, termasuk Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), yang mendorong Margahayu menjadi Desa Tertib Hukum.
Harapannya, ke depan masyarakat kembali menyadari bahwa gotong royong bukan sekadar kegiatan rutin, melainkan warisan budaya yang harus dijaga.
"Kalau kebersamaan hilang, desa akan rapuh. Karena itu, gotong royong harus kita hidupkan lagi," pungkas Rusdi. (ADV/Diskominfo Kukar)
Penulis: Yk/Garispena